Diantara ideologi-ideologi modern, setidaknya secara teoritis, nasionalisme-lah yang paling sederhana, paling jelas, paling canggih, sekaligus paling luas, dan memiliki daya cengkram paling kuat pada perasaan rakyat. Sebagai hasilnya nasionalisme menjadi agen perubahan politik paling kuat selama dua ratus tahun terakhir.
Singkatnya, nasionalisme berkeyakinan bahwa umat manusia terbagi dalam bangsa-bangsa dan bahwa semua bangsa memiliki hak untuk memiliki peerintahan dan menentukan nasibnya sendiri. Persatuan bangsa merupakan tujuan utama dari tindakan politik kaum nasionalis, dengan begitu nasionalisme merupakan doktrin politik dan juga merupakan sebuah ideologi.
Banyak kalangan menganggap bahwa nasionalisme kita, adalah model state-led nastionalism, di mana Negara memiliki peran yang signifikan terhadap proses pembentukan solidaritas kebangsaan kita, dan tulisan ini berusaha untuk memberikan penjelasan sebaliknya dari konsep tersebut.
Semangat Zaman Lahirnya Indonesia
Berangkat dari konsep tentang bangsa Indonesia ini yang dibentuk pada 1928, melalui salah satu bait dari sumpah pemuda yang menyatakan bahwa kami berbangsa satu-bangsa Indonesia. Sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Bennedict Anderson, awal mula komunitas bangsa Indonesia pada saat itu hanya merupakan komunitas Imajiner yang dibayangkan oleh para pencetus ide tersebut tentang bangsa Indonesia yang merasa menjadi anggota suatu nation, meski mereka “tak pernah mengenal, bertemu, atau bahkan mendengar tentang warga negara yang lain, namun dalam fikiran mereka hidup suatu citra (image) mengenai kesatuan komunitas bersama”.
Memang sejarah mencatat bahwa setidaknya ada empat hal yang dapat menjadi perekat bangsa, yaitu pertama, jaringan perdagangan di masa lampau. Kedua, penggunaan bahasa yang sejak 1928 kita sebut sebagai bahasa Indonesia. Ketiga, imperium Hindia-Belanda sesudah pax-neerlandica, dan keempat, pengalaman bersama sebagai bangsa Indonesia sejak 1945.
Proses pembentukan peradaban Indonesia diawali oleh keinganan untuk lepas dari penjajahan dan ingin memiliki kehidupan yang lebih baik bebas dari penindasan dan bebas untuk melakukan apa yang diinginkan sebagai sebuah bangsa yang dibalut dalam rasa nasionalisme. kemudian Kerangka cita-cita nasional (bangsa) tersebut terangkum apik dalam pembukaan UUD 1945, dengan Negara republik Indonesia sebagai pengemban amanah dari kedaulatan rakyat Indonesia.
Pasca kemerdekaan, uniknya rasa nasionalime ini selalu muncul bila penguasa atau perjalanan bangsa mulai jauh dari cita-cita nasional. Sebut saja sejarah mencatat adanya keinginan bersatu yang kuat dari Negara bagian yang ada di bawah Republik Indonesia Serikat kedalam Republik Indonesia. Lalu ketika presiden Soekarno lebih cenderung memaksakan ideologi Nasionalisme-Agama-Komunis (NASAKOM) yang lebih berat pada aliran kirinya sebagai haluan politik nasional. Kemudian ketika Orde Baru jatuh, saat itu Presiden Soeharto terlalu mengekang kebebasan bangsa ini untuk berserikat dan bebas berpendapat serta gagal mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat.
Kesemua sifat kesewenangan, kediktatoran, dan penyelewengan secara otomatis akan segera diluruskan oleh rasa nasionalisme rakyat Indonesia. Melalui Proses tersebut secara alamiah rakyat Indonesia sendirilah yang sedang ber-evolusi untuk membentuk peradaban mereka menuju tercapainya cita-cita nasional.
Ibarat antibody dalam tubuh manusia, rasa nasionalisme tidak hanya outward looking seperti berhubungan dengan perang mempertahankan wilayah, atau mendukung atlit-atlit Indonesia sedang bertanding di ajang internasional, nasionalisme juga mampu inward looking sebagai garda terdepan peradaban Indonesia. Sebuah nasionalisme yang mengabdi kepada gagasan, ide dan cita-cita nasional.
Mahasiswa, Korupsi dan Peradaban Indonesia
Abad 21 adalah tantangan dan kita sudah berada di depan pintu gerbangnya, namun sepertinya bangsa ini belum siap untuk menghadapinya. Dalam nuasa kehidupan yang semakin mengglobal dan hightech, dibutuhkan pemerintahan yang accountable, efisien, efektif dan transparan bila suatu bangsa ingin bertahan dalam percaturan peradaban. Bandingkan dengan konsidi Indonesia saat ini, korupsi telah merendahkan daya saing serta martabat bangsa di dunia internasional yang menempatkan indeks persepsi korupsi Indonesia diurutan 126 dari 180 negara pada tahun 2008.
Korupsi, memiliki dampak negatif bagi peradaban Indonesia, di dalam dunia politik, korupsi mempersulit terciptanya demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum yang semakin jauh dari rasa keadilan; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat.
Secara umum, korupsi mengikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pengrusakan sistem ideal yang merupakan cita-cita negara ini berdiri. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidakefisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Korupsi menimbulkan distorsi di dalam pembuatan kebijakan di sektor publik. Proyek-proyek pemerintah tidak lagi berlandaskan pada semangat untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia lagi, namun berdasarkan pada proyek-proyek yang menguntungkan para pejabat. Sehingga terkadang hasil dari proyek tersebut jauh dari maksimal dan bermanfaat bagi rakyat, maka yang ada hanya menambah beban anggaran Negara. Dalam konteks cita-cita nasional, korupsi adalah bentuk pengkhianatan dan subversi paling terang bagi bangsa ini.
Kini Peradaban Indonesia sedang mendapat ujian untuk menyelesaikan salah satu masalah kronis dalam kehidupan berbangsanya, korupsi. Layaknya black hole, korupsi menyeret hampir seluruh lapisan bangsa ini kedalamnya dan tidak berhasil keluar dari jerat-jeratnya. Besarnya intensitas perhatian publik terhadap kasus KPK merupakan indikasi mulai bangkitnya rasa nasionalisme di hati rakyat. Setelah selama ini hanya berani menggerutu terhadap ulah para koruptor, kini rakyat mulai berani menyuarakan ketidaksukaannya dan bergerak untuk menunjukan kekuatan.
Semangat zaman abad 21 bagi peradaban Indonesia adalah semangat pemberantasan korupsi. Korupsi adalah isu peradaban bagi Indonesia, bahkan keberhasilan memberantas korupsi sama artinya ketika memperoleh kemerdekaan kedua kali, karena korupsi merupakan hambatan terbesar untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia yang merupakan tujuan terpenting yang ingin dicapai setelah Indonesia merdeka. Pengalaman mencatat bila rakyat bergerak maka perubahan tinggal menunggu waktu saja, pertanyaanya adalah siapa yang akan menjadi korban? Apakah kepemimpinan nasional? Jawabannya bisa jadi iya, karena apabila respon mereka terhadap tuntutan perubahan tidak memuaskan bahkan mengabaikan, tentu akan memancing rakyat untuk bergerak lebih jauh lagi. Dan akibatnya bisa ditebak seperti nasib-nasib pemimpin bangsa yang terdahulu, jatuh dilindas zaman.
Pertanyaan berikutnya siapakah akan yang menggerakan rakyat, karena kita tahu tidak semua elemen yang membentuk masyarakat peduli dan paham tentang peradaban Indonesia dan isu korupsi. Bahkan banyak elemen yang malah memanfaatkan korupsi ini sebagai jalan mereka memperoleh keuntungan sebesar-besarnya.
Mancur olson pernah menuliskan tesis siapa yang menjadi agen perubahan dalam masyarakat, dan dalam tesis tersebut kelas menengahlah yang potensial untuk melakukan perubahan karena mereka lebih terdidik dan memiliki modal sosial lebih kuat dibandingkan dengan kelas bawah, serta memiliki keinginan untuk melakukan mobilisasi vertikal kelas mereka untuk masuk kedalam jajaran elite. Hal ini dikarenakan bagi kelas atas atau elit, melakukan perubahan sama saja dengan bunuh diri, karena perubahan akan turut mengubah tatanan sosial yang ada selama ini, bahkan kecenderungan kelas atas ini lebih pada status quo. Bagi kelas bawah mereka tidak mungkin memiliki inisiatif untuk melakukan perubahan. Alih-alih untuk memikirkan peradaban dan kehidupan bangsa ini, dengan kesibukan dan aktivitas mereka sehari-hari saja untuk sekedar memenuhi kebutuhan dan bertahan hidup, sudah menguras waktu dan energi mereka.
Siapa kelas menengah Indonesia yang sanggup dan memiliki potensi untuk melakukan perubahan. Sejarah Indonesia sudah memiliki anak kandung yang selalu melahirkan perubahan bila mereka telah bergerak yaitu pemuda. Pemuda disini bukan dditinjau dari segi demografi, tetapi pemuda yang memiliki semangat juang progesif dan memiliki kepedulian untuk melawan ketidakadilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, serta memiliki cita-cita untuk membentuk tatanan maysarakat yang adil. Mahasiswa mewakili pemuda indonesia yang memberikan kontibusi besar terhadap pembentukan tatanan kabangsaan Indonesia sejak awal berdirinya. Dan hanya mahasiswalah yang mampu menangkap semangat zamannya. Gerakan mahasiswa tahun 1908, 1928, 1945, 1965, 1974, 1978, 1998 telah menjadi saksi kegerahan mahasiswa terhadap jalannya pemerintahan ini yang semakin jauh dari cita-cita sosial. Hampir seluruh peristiwa sejarah mengenai perubahan sosial yang terjadi di Indonesia yang menentukan arah perjalanan bangsa (path dependent) melibatkan mahasiswa didalamnya.
Kesimpulannya gerakan mahasiswa abad 21 adalah gerakan yang melawan korupsi untuk menyelamatkan peradaban yang diambang kepunahan karena negeri ini telah menjelma menjadi kleptokrasi, negeri yang dipimpin para pencuri. Gerakan yang berusaha menjawab tantangan zaman, menjadikan peradaban Indonesia menjadi peradaban modern dan besar, melalui terciptanya pemerintahan yang bebas dari korupsi dan para penghianat bangsa (koruptor) untuk membuktikan sekali kesetiaan dan rasa nasionalisme mahasiswa kepada cita-cita nasional dan kedaulatan rakyat.
Memang bangsa ini baru seumur jagung apabila dibandingkan dengan peradaban-peradaban bangsa besar dunia yang terus ber-evolusi untuk mencapai puncak peradabannya seperti China, India, Russia, Jepang, dan terakhir Amerika yang telah diuraikan secara sedikit. Namun apabila kita tidak mampu menyelesaikan masalah korupsi ini kita masih layak menyebut diri sebagai bangsa diatas muka bumi ini? Jawabanya terletak pada nasionalisme kita, kareega ya mareega (berbuat atau mati), kita bergerak untuk melakukan perubahan menuju kesejahteraan atau hanya akan mati dan terkubur di lorong-lorong sejarah dunia.
16 Desember, 2009
SEMANGAT ZAMAN III: Korupsi, Nasionalisme dan Peradaban Indonesia
Posted by Ardie182 at 10:59 PM
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar