Pendidikan memiliki peranan yang sangat besar dalam perjalanan perjuangan bangsa Indonesia. Selama masa penjajahan Belanda, bangsa Indonesia hidup dalam kemelaratan dan kebodohan akibat politik eksploitasi yang diterapkan oleh pemerintah kolonial sejak tahun 1800an. Segala kebijakan politik ekspoloitasi diarahkan pada pengerukan kekayaan bumi Indonesia untuk kepentingan penjajah. Sebagai puncak dari poltik eksploitasi adalah dengan diadakannya tanam paksa ( cultuur Stelsel).
Dengan adanya tanam paksa semakin menambah penderitaan rakyat Indonesia. Hal ini memunculkan kesadaran pada tokoh-tokoh politik Belanda, terutama yang berhaluan humanis dan social demokrat. Mereka menyampaikan usul kepada parlemen Belanda bahwa sudah waktunya Belanda memikirkan nasib bangsa Indonesia. Karena bangsa Belanda dinilai sudah cukup banyak mengambil kekayaan alam dari Indonesia. Mereka memaksa pemerintah Belanda untuk meninjau kembali politik kolonialnya. Pada tahun 1901 muncullah apa yang disebut dengan Polik Etis yakni politik balas budi atau hutang kehormatan bangsa Belanda kepada Indonesia.
Penganjur politik Etis adalah Van Deventer. Ia menyatakan bahwa politik Etis dapat dilaksanakan dengan Trilogi Van Deventer yang salah satu isinya adalah peningkatan pendidikan ( Education) rakyat Indonesia. Akhirnya anak-anak bumi putera mendapat kesempatan untuk memperoleh pendidikan, meskipun hanya pada tingkat yang rendah. Akan tetapi, anak-anak bumi putera yang berasal dari golongan tertantu dapat memperoleh pendidikan hingga ke perguruan tinggi. Bahkan ada diantaranya yang dapat mengenyam pendidikan barat.
Dengan adanya kesempatan memperoleh pendidikan walau hanya sedikit telah melahirkan elit baru bangsa Indonesaia yakni Golongan Intelektual ( Golongan terpelajar). Mereka inilah yang akhirnya menjadi pelopor, penggerak, dan pemimpin pergerakan nasional menuju kebangkitan dan kemerdekaan Indonesia.
Seabad Perjalanan Pendidikan di Indonesia
Pendidikan Pada Masa Kolonial Belanda
Peningkatan kesempatan pendidikan pada anak-anak bumi putera yang diperoleh lewat politik etis pada dasarnya hanyalah kedok belaka. Selain untuk memenuhi tuntutan kaum humanis dan sosial demokrat Belanda, pemberlakuan plotik etis di bidang pendidikan ada kaitannya dengan kepentingan politik pintu terbuka. Dengan berakhirnya politik konservatif atau politik eksploitasi dan dengan di mulainya politik pintu terbuka telah memunculkan kebutuhan akan tenaga yang terdidik dan terampil di bidang Administrasi. Oleh karena itu pendidikan di Indonesia diarahkan untuk sebesar-besarnya kepentingan Belanda. Dengan kata lain telah terjadi penyelewengan politik etis di dalam pelaksanaannya yakni menjadi politik Assosiasi, artinya di arahkan untuk kepentingan Belanda.
Tilaar (1995) dalam pandangannya menyebutkan ada 5 ciri pendidikan pada masa kolonial Belanda, yaitu :
1. Sistem Dualisme
Dalam sistem Dualisme diadakan garis pemisah antara sistem pendidikan untuk golongan Eropah dan sistem pendidikan untuk golongan bumi putera.
2. Sistem Konkordansi
Sistem ini berarti bahwa pendidikan di daerah penjajah di arahkan atau disesuaikan dengan pendidikan yang terdapat di negeri Belanda.
3. Sentralisasi
Kebijakan pendidikan di Zaman kolonial diurus oleh sebuah Departemen pengajaran.
4. Menghambat Gerakan Nasional
Sistem pendidikan pada masa itu ssangat selektif karena bukan di peruntukan agar masyarakat bumi putera dapat memperoleh pendidikan yang seluas-luasnya atau pendidikan yang lebih tinggi.
5. Perguruan Swasta yang Militan
Salah satu sekolah swasta yang sangat gigih menentang kekuasaan kolonial ialah sekolah-sekolah Taman Siswa yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara.
Pendidikan Pada Masa Pendudukan Militerisme Jepang
Dengan pecahnya perang dunia II, yang disebabkan oleh invansi tentara Jepang tanggal 7 desember 1941, maka runtuhlah sistem pemerintahan kolonial dan sekaligus pula sistem pendidikan yang ada di dalamnya. Pada masa pendudukan Jepang, pendidikan di Indonesia mengalami penurunan jika dibandingkan dengan masa pendudukan Belanda. Angka buta huruf menjadi sangat tinggi, walaupun telah ada usaha pemberantasan buta huruf. Pada masa itu, sistem pendidikan dan kurikulumnya ditujukan untuk keperluan perang Asia Timur Raya.
Meskipumn demikian, telah terjadi penghapusan Sistem Dualisme dan konkordansi dalam pendidikan Indonesia. Pendidikan terbuka untuk semua anak Indonesia, sehingga semua siswa mendapat kesempatan yang sama. Inilah untuk pertam kali terjadi proses demokratisasi dalam sistem pendidikan nasional Indonesia.
Pendidikan Dalam Revolusi Fisik Kemerdekaan
Semenjak proklamasi 17 agustus 1945, sekolah-sekolah yang telah dibangun pada masa pendudukan Jepang dilanjutkan dengan serba kekurangan. Namun demikian, dasar-dasar pendidikan nasional telah disempurnakan dan disesuaikan dengan kebutuhan bangsa Indonesia.
Mentri pendidikan pertam Ki Hajar Dewantara beberapa bulan sesudah proklamasi kemerdekaan mengeluarkan Instruksi Umu, yang isinya : menyerukan kepada para guru supaya membuang sistem pendidikan kolonial dan mengutamakan patriotisme. Selain itu, anak yang berumur 8 tahun diwajibkan memperoleh pendidikan Sekolah Dasar.
Pelaksanaan wajib belajar menghadapi berbagai masalah, Jumlah sekolah dan guru belum memadai apalagi wajib belajar itu akan dilaksanakan. Jumlah guru yang dididik masih sangat terbatas, selain lulusan sekolah-sekolah guru Zaman kolonial.
Pendidikan di Era Orde Baru
Pendidikan di era orde baru ditujukan untuk membentuk manusia pancasilais berdasarkan ketentuan-ketentuan yang terdapat pada pembukaan UUD 1945 dan isi UUD 1945.
Ada beberapa kebijakan pokok dalam pendidikan pada masa orde baru, yaitu :
1. Relevansi Pendidikan, yaitu penyesuaian isi pendidikan dengan kebutuhan pembangunan terhadap sumber daya manusia yang diperlukan. Kebijakan ini secara eksplisit muncul pada pelita I, II, III, IV dan V.
2. Pemerataan Pendidikan. Sejak pelita I disadari pentingnya memberikan kesempatan yang sama dan lebih luas tentang pendidikan untuk semua warga negara. Kebijakan pemerataan dan perluasan pendidikan dilaksanakan melalui wajib belajar Sekolah Dasar.
3. Peningkatan Mutu Guru atau Tenaga Kependidikan
Mutu pendidikan
Sejak pelita I s.d pelita V mutu pendidikan terus-menerus dijadikan salah satu kebijakan pokok.
5. Pendidikan Kejuruan
Sesuai dengan gerakan pembangunan telah disadari sejak pelita I akan langkanya tenaga-tenaga terampil. Oleh karena itu, pengembangan pendidikan kejuruan mendapat prioritas sejak pelita I s.d pelita V.
Pendidikan Pada Era Reformasi Hingga Sekarang
Era Reformasi ditandai dengan tumbangnya kekuasaan Soeharto pada mei 1998, yang di ikuti dengan krisis moneter, ekonomi, politik dan pendidikan.
Selam 100 tahun kebangkitan nasional dan 60 tahun Indonesia merdeka tidak banyak kemajuan yang di alami oleh bangsa ini, termasuk pada bidang pendidikannya. Pendidikan di Indonesia masih sangat jauh dari yang diharapkan, bahkan jauh tertinggal dari negara-negara lain.
Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara yang ada di Asia. Sedangkan Prof. Ki Supriyoko di Harian Kedaulatan Rakyat memberi penilaian terhadap kualitas pendidikan kita yang didasarkan laporan The International Baccalaureate Organization ( IBO) yaitu lembaga yang didirikan tahun 1995, berpusat di Switzerland (administrasi) dan di Inggris (riset kurikiulum dan asesmen) ternyata berkesimpulan bahwa pendidikan yang ada di Indonesia masih jauh dari harapan. Menurut IBO, dari 146.052 SD di Indonesia, ternyata hanya 8 sekolah saja yang mendapat pengekuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Dari 20.918 SMP di Indonesia ternyata hanya 8 sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP) dan dari 8.036 SMA hanya 7 sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP).
Publikasi IBO tersebut senada dengan publikasi sebelumnya yang diakui oleh Asia Week, yang menyatakan sangat sedikit perguruan tinggi di Indonesia yang memiliki kualitas dunia. Dari 2000-an Perguruan Tinggi di Indonesia ternyata hanya 4 Perguruan Tinggi saja yang mendapat pengakuan dalam kategori Multi Discipline University serta hanya satu Perguruan Tinggi yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori Science and Technology University.
Menurut Dody Heriawan Priatmoko, paling tidak ada 3 permasalah pendidikan di Indonesia, yakni :
Pertama, adalah kurangnya pemerataan kesempatan pendidikan. Kesempatan memperoleh pendidikan hanya terbatas pada tingkat Sekolah Dasar.
Kedua, adalah rendahnya tingkat Relevansi pendidikan dengan kebutuhan. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. Data BAPPENAS yang dikumpulkan sejak 1990 menunjukan angka penganggur terbuka yang di hadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47 %, Diploma sebesar 27,5 % dan PT sebesar 36,6 %. Sedangkan pada priode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4 %, 14,21 %, dan 15,07 %. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja disebabkan kurikulum yang materinya kurang fungsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.
Ketiga, adalah rendahnya mutu pendidikan. Indikator rendahnya mutu pendidikan nasional dapat dilihat pada prestasi siswa. Dalam skala internasional, menurut laporan Bank Dunia(Greaney,1992), study IEA ( International Assosiation for The Evaluation of Educatin Achievemen) di Asia Timur menunjukan bahwa keterampilan membaca siswa kelas IV SD pada tingkat terendah, dan rata-rata skor untuk siswa SD Indonesia adalah 51,7 %. Anak-anak Indonesia ternyata hanya mapu menguasai 30 % dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-sola berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini dikarenakan keterbiasaan mereka menghapal dan mengerjakan soal-soal pilihan ganda.
Demikianlah deskripsi seabad perjalanan pendidikan di Indonesia.Tentunya kita telah mengetahui bahwa pendidikan yang ada di Indonesia masih sangat jauh dari apa yang di harapkan. Meskipun telah ada berabagai kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah kita dalam upaya peningkatan pendidikan di Indonesia, namun tetap tidak menunjukan hasil yang berarti. Hal ini di karenakan persoalan yang dihadapi tidaklah sederhana, bahkan dapat dikatakan sangat kompleks. Persoalan yang di hadapi dalam pendidikan Indonesia tidak berdiri sendiri, tetapi terkait dengan bidang-bidang lain. Bagaimana upaya untuk memperbaiki pendidikan di Indonesia tentunya menjadi tanggung jawab kita bersama.
11 Desember, 2009
Deskripsi Seabad Perjalanan Pendidikan di Indonesia
Posted by Ardie182 at 2:57 AM
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar