25 November, 2009

Konsep Materialitas, Resiko, dan Pengujian dalam Auditing

Berdasarkan pertimbangan biaya-manfaat, auditor tidak mungkin melakukan pemeriksaan atas semua transaksi yang dicerminkan dalam laporan keuangan. Auditor harus menggunakan konsep materialitas dan konsep risiko audit dalam menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan. Konsep materialitas berkaitan dengan seberapa besar salah saji yang terdapat dalam asersi dapat diterima oleh auditor agar pemakai laporan keuangan tidak terpengaruh oleh besarnya salah saji tersebut. Konsep risiko audit berkaitan dengan risiko kegagalan auditor dalam mengubah pendapatnya atas laporan keuangan yang sebenarnya berisi salah saji material.
Materialitas dibagi menjadi dua golongan, yaitu materialitas pada tingkat laporan keuangan dan materialitas pada tingkat saldo akun. Risiko audit juga digolongkan menjadi dua, yaitu risiko audit keseluruhan dan risiko audit individual.

Penggunaan Materialitas dalam Mengevaluasi Bukti Audit
Risiko audit terdiri dari tiga unsur, yaitu risiko bawaan, risiko pengendalian, dan risiko deteksi. Risiko bawaan adalah kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi terhadap suatu salah saji material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat kebijakan dan prosedur pengendalian intern yang terkait. Risiko pengendalian adalah risiko terjadinya salah saji material dalam suatu asersi yang tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh pengendalian intern entitas. Risiko deteksi adalah risiko sebagai akibat auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material yang terdapat dalam suatu asersi. Risiko deteksi ditaksir oleh auditor pada tahap perencanaan audit sebagai salah satu dasar penentuan ukuran sampel yang akan diperiksa.
Karena adanya hubungan antara tingkat materialitas, risiko audit, dan bukti audit, auditor dapat memilih strategi audit awal dalam perencanaan audit atas asersi individual atau sekelompok asersi. Strategi audit awal dibagi menjadi dua macam pendekatan, yaitu pendekatan substantif (primarily substantive approach) dan pendekatan tingkat risiko pengendalian taksiran rendah (lower assessed level of control risk approach).
Penaksiran Risiko Pengendalian dan Pendesainan Pengujian Pengendalian
Penaksiran risiko pengendalian untuk suatu asersi merupakan faktor penentu tingkat risiko deteksi yang dapat diterima untuk suatu asersi, yang pada gilirannya akan berdampak terhadap tingkat pengujian substantif yang direncanakan (yang mencakup sifat, saat, dan lingkup pengujian substantif) yang harus dilakukan untuk menyelesaikan audit. Jika risiko pengendalian ditaksir terlalu rendah, risiko deteksi dapat terlalu tinggi ditetapkan dan auditor dapat melaksanakan pengujian substantif yang tidak memadai sehingga auditnya tidak efektif. Sebaliknya jika risiko pengendalian ditaksir terlalu tinggi, auditor dapat melakukan pengujian substantif melebihi dari jumlah yang diperlukan sehingga auditor melakukan audit yang tidak efisien.
Pengujian pengendalian adalah prosedur audit yang dilaksanakan untuk menentukan efektivitas desain dan/atau operasi kebijakan dan prosedur pengendalian intern. Berbagai pengujian pengendalian dapat dipilih oleh auditor dalam pelaksanaan auditnya, yaitu sebagai berikut.
1. Pengujian pengendalian bersamaan (concurrent tests of controls), yang terdiri dari prosedur untuk memperoleh pemahaman dan sekaligus untuk mendapatkan bukti tentang efektivitas pengendalian intern.
2. Pengujian pengendalian tambahan, yang merupakan pengujian yang biasanya dilaksanakan oleh auditor jika, berdasarkan hasil pengujian pengendalian bersamaan yang memperlihatkan pengendalian intern yang efektif, auditor kemudian mengubah strategi auditnya dari pendekatan terutama substantif ke pendekatan risiko pengendalian rendah.
3. Pengujian pengendalian yang direncanakan, yang merupakan pengujian yang dilaksanakan untuk menentukan taksiran awal risiko pengendalian moderat atau rendah sesuai dengan tingkat pengujian substantif yang direncanakan.
4. Pengujian dengan tujuan ganda (dual-purpose tests), yang merupakan pengujian yang desain sedemikian rupa sehingga auditor dapat mengumpulkan bukti tentang efektivitas pengendalian intern sekaligus dapat mengumpulkan bukti tentang kekeliruan moneter dalam akun.

Penaksiran Risiko Deteksi dan Pendesainan Pengujian Substantif
Desain pengujian substantif sangat ditentukan oleh risiko deteksi yang ditetapkan oleh auditor. Desain pengujian substantif mencakup penentuan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang diperlukan untuk memenuhi tingkat risiko deteksi setiap asersi. Auditor dapat menggunakan jenis pengujian substantif berikut, yaitu prosedur analitik, pengujian terhadap transaksi terperinci, dan pengujian terhadap saldo terperinci. Pengujian substantif dapat dilaksanakan sebelum tanggal neraca dan pada atau mendekati tanggal neraca, tergantung risiko deteksi yang ditetapkan oleh auditor.
Rerangka umum pengembangan program audit untuk pengujian substantif adalah sebagai berikut, (1) tentukan prosedur awal audit, (2) tentukan prosedur analitik yang perlu dilaksanakan, (3) tentukan pengujian terhadap transaksi terperinci, (4) tentukan pengujian terhadap akun terperinci.

18 November, 2009

Mengkritik PLN (Kasus Pemadaman Listrik Bergilir Wilayah Jakarta dan Sekitarnya)

Meski pihak PLN memberikan alasan bahwa pemadaman yang terjadi diakibatkan kapasitas daya penampung listrik yang tidak sebanding dengan kebutuhan masyarakat di Jakarta dan Sekitarnya, termasuk pula adanya perbaikan mesin pembangkit yang sudah tua, bahkan dengan pemadaman tersebut PLN mengalami kerugian besar. Masyarakat Jakarta dan Sekitarnya ternyata tidak ingin kalah berargumentasi, bahwa dengan pemadaman tersebut masyarakat juga mengalami kerugian besar: kerusakan barang-barang elektronik, melonjaknya pembayaran rekening akibat daya yang tidak stabil, dan terhambatnya aktivitas sehari-hari.

Satu bulan terakhir ini, ternyata “penyakit” PLN kambuh lagi, pemadaman listirik secara bergilir kembali di lakukan PLN di wilayah Jakarta dan Sekitarnya. Tentu hal ini menimbulkan respon keras dari pihak masyarakat Jakarta dan Sekitarnya. Lagi-lagi alasan yang sama dimunculkan: “adanya perbaikan mesin pembangkit listrik, karenanya masyarakat dimintakan untuk hemat dalam pemakaian listrik agar pemadaman tidak terjadi”. Apakah ini alasan yang logis?

Bicara soal penghematan, pada prinsipnya tidak dapat dijadikan sebagai alasan pemadaman listrik oleh PLN. Sebab, cukup ironis ketika toh PLN tidak memadamkan listik selama 24 jam penuh pada hari Minggu. Ada apa dibalik semua ini? tanya masyarakat yang merasa dirugikan, alih-alih masyarakat mencurigai bahwa PLN telah bekerjasama dengan perusahaan genset, dan pada hari minggu karyawan PLN libur sehingga listrik lupa mereka padamkan, atau jangan-jangan mereka ingin menikmati hari liburnya dengan menonton televisi di rumah.

Kasus ini merupakan contoh kecil dari sekian banyak contoh besar kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya memperjuangkan “hak bersama”. Masyarakat seharusnya menyadari bahwa listrik adalah kepentingan bersama, kebutuhan seluruh masyarakat yang ada di Jakarta dan Sekitarnya, bahkan Indonesia. Sebaliknya PLN, mestinya juga harus sadar bahwa mereka juga merupakan bahagian dari masyarakat itu, oleh karena itu, jangan sampai ada dusta diantara kita. Semoga!.

 

blogger templates | Make Money Online